TEKSTUAL.com – Kondisi jalan nasional atau lintas provinsi yang menghubungkan Kabupaten Kutai Timur, Bontang dan Samarinda kian memprihatinkan. Pasalnya, jalan yang menjadi urat nadi bagi masyarakat Kaltim tersebut kerap dilalui kendaraan berat sejumlah perusahaan. Hal ini lah yang disinyalir dapat merusak jalan tersebut.
Sejumlah tokoh masyarakat Kutim lantang menyuarakan hal ini. Seperti yang disuarakan Sapri. Ia mendesak Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) segera mengalihkan angkutan berat di atas 10 ton ke jalur laut sebagai solusi mendesak. Secara tegas, ia menyoroti dampak negatif dari lalu lalang kendaraan berat, khususnya jenis lowboy (trailer berdek rendah) dengan muatan melebihi 10 ton.
“Bebasnya berbagai jenis kendaraan berat melalui jalur itu dianggap sebagai penyebab kerusakan jalan dan kerap kali menyebabkan kecelakaan lalu lintas bagi pengguna jalan lainnya,” ujarnya.
Bahkan, kendaraan tersebut seringkali menghabiskan seluruh lebar jalan, terutama saat membawa alat dengan lebar 3 meter sementara lebar tronton sendiri mencapai 2,4 meter.
“Berarti jalanan habis dia ambil sendiri. Solusinya harus lewat laut,” tegas Sapri.
Kritik ini senada dengan apa yang diungkapkan oleh Herlang Mappatitti, Tokoh masyarakat Kutai Timur yang beberapa waktu lalu berinisiatif melakukan gotong royong Bersama pemuda dan masyarakat memperbaiki jalan poros lintas provinsi menggunakan kocek pribadi. Ia pun prihatin terhadap kondisi jalan di Kutai Timur yang terus mengalami kerusakan akibat seringnya dilalui kendaraan dengan muatan hingga 60 ton.
Padahal, merujuk pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, beban maksimal yang diperbolehkan hanyalah 10 ton. Hal ini mengindikasikan adanya pelanggaran regulasi yang masif.
“Banyak pengaduan masyarakat yang jatuh dan tersenggol karena kerusakan jalan. Ini tidak terjadi keseimbangan antara jalan dengan beban yang lewat,” tegas Herlang saat ditemui, Rabu (9/10/2025).
Herlang menilai kerusakan jalan tersebut diakibatkan oleh kendaraan bermuatan berat yang melampaui kapasitas jalan. Ia mendorong pemerintah segera menertibkan serta membatasi operasional kendaraan bertonase besar di jalur tersebut.
“Mana Dishub Kutim mana Dishub Provinsi,” ucap pria yang juga mantan anggota DPRD Kutai Timur itu.
Ia pun mengusulkan solusi lain, yakni dengan mengalihkan jalur distribusi barang berat melalui jalur laut dan pelabuhan yang tersedia. Menurutnya, selain menjaga kondisi jalan, hal itu juga bisa menciptakan pendapatan daerah dan lapangan kerja baru.
“Nah, dengan demikian ada PAD, ada lapangan kerjadan akan ada terobosan-terobosan untuk perbaikan lalu lintas,” pungkasnya.(*)