TEKSTIAL.com – Ratusan massa yang tergabung dalam Masyarakat Kutai Timur (Kutim) menggelar aksi unjuk rasa menyambangi kantor bupati dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), di kawasan perkantoran Bukit Pelangi, Selasa (28/10/2025).
Mereka yang datang dari berbagai kecamatan menyambangi kantor DPRD terlebih dulu. Kemudian berlanjut ke kantor bupati. Aksi ini dijaga ketat Polres Kutim, TNI dan Satuan Polisi Pamong Praja (PP) Kutim.
Adapun 13 tuntutan tersebut diantaranya:
1. Evaluasi Anggaran Tahun 2025 dan 2026, serta menolak program yang tidak pro-rakyat dan tidak melalui proses perencanaan resmi Bappeda.
2. Pencopotan serta evaluasi TAPD dan kepala dinas yang dianggap membuat program tidak berpihak kepada rakyat.
3. Perbaikan tata kelola dana CSR, agar manfaatnya menjangkau masyarakat desa dan kecamatan hingga pelosok.
4. Keterbukaan data proyek dan pembangunan 2025, agar masyarakat dapat mengakses informasi hingga tingkat desa.
5. Percepatan pembangunan fasilitas umum di daerah pesisir, perbatasan, dan pedalaman.
6.Penolakan terhadap hutang daerah, karena dinilai berpotensi menjadi beban keuangan dan celah anggaran.
7. Prioritas tenaga kerja lokal, melalui penerimaan transparan di bawah pengawasan Dinas Tenaga Kerja (Disnaker).
8. Penutupan tempat hiburan dan prostitusi ilegal, serta penerapan Perda anti minuman keras.
9. Penataan ulang tata ruang wilayah, terutama lahan masyarakat yang bersinggungan dengan kawasan HGU dan hutan.
10. Transparansi pengawasan dana desa, dengan hasil pemeriksaan yang dapat diakses secara digital oleh warga.
11. Peningkatan fungsi pengawasan DPRD terhadap seluruh program pemerintah daerah.
12. Evaluasi terhadap pola kerja Inspektorat, yang dinilai belum objektif dalam melakukan audit desa.
13. Penegasan agar DPRD lebih tegas dan selektif dalam mengawasi program TAPD serta memastikan tidak adanya monopoli anggaran.
Koordinator aksi, Arsil Dyago Tandi Tasik, menyampaikan dalam penyusunan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kutim banyak usulan masyarakat yang sudah disposisi bupati kutim, tetapi ketika berkas masuk Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), maka berkas tidak diinput atau diakomodir.
Padahal, usulan itu mutlak aspirasi dari masyarakat. Ia pun memaparkan seperti lamin yang membutuhkan dana Rp 400 juta di Desa Kerayaan tidak pernah diakomodir. Kurangnya Puskesmas di desa-desa dan jalan-jalan persawahan masih banyak yang rusak. Tetapi, ada 30 bahkan 190 paket yang sudah dikondisikan di lokasi tertentu.
“Kami minta tim TAPD, Sekda, Bappeda (Kepala Bappeda), BPKAD (Kepala BPKAD), Bapenda (Kepala Bapenda) dan Unit Lembaga Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) dicopot,” tegasnya.
Arsil meminta agar pemerintah segera menepati janji-janji pembangunan yang telah disampaikan dalam berbagai kunjungan kerja bupati ke kecamatan dan desa.
“Tuntutan kami sederhana saja. Apa yang sudah dijanjikan bupati, tolong segera direalisasikan. Tapi nyatanya sampai hari ini tidak ada,” ujar Arsil dengan nada kesal.
Bila tuntutan tidak ditanggapi, mereka akan melakukan aksi unjuk rasa dengan skala besar lagi. Bahkan, pihaknya mengancam akan melakukan boikot pada kegiatan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) di 18 kecamatan.
“Kami akan boikot mohon maaf,” pungkasnya.
Menanggapi hal tersebut, Bupati Kutim, Ardiansyah Sulaiman menegaskan sudah mendarmabaktikan diri dalam 5 tahun ke depan bersama Wakil Bupati (Wabup), tidak mungkin mengkhianati apa yang masyarakat sampaikan.
“Kami sudah berkomitmen untuk pembangunan di seluruh masyarakat Kutai Timur tetap akan berjalan dengan baik,” kata Ardiansyah.
Sebelumnya, Wabup Mahyunadi sangat mengapresiasi gerakan aksi tersebut. Bahkan mendukung penuh terhadap tuntutan yang disampaikan para demonstran. Ia sangat menyadari bahwa masyarakat itu tidak mungkin berteriak kalau perutnya kenyang. Tidak mungkin berteriak kalau kepentingan dan aspirasinya sudah terakomodir.
Mahyunadi pun yang baru menjabat sekitar 8 bulan juga merasa adanya kejanggalan dalam penyaluran anggaran. Menurutnya, usulan-usulan yang telah didisposisi oleh Bupati dan dia justru tidak muncul dalam realisasi anggaran. Padahal Usulan-usulan yang diusulkan masyarakat itu semuanya lengkap. Ada tanda tangan kepala desa, koordinatnya jelas dan lokasinya jelas.
“Begitu kita cek posisi anggarannya enggak muncul. Yang muncul hal lain yang justru tidak diusulkan masyarakat,” kata Mahyunadi.
Mahyunadi juga membantah alasan defisit anggaran. Ia menyebut dengan APBD yang masih di atas 9 triliun, seharusnya tidak ada masalah dalam pembagian anggaran yang adil dan merata. Karena saat menjabat Ketua DPRD dengan anggaran 1 hingga 3 Triliun tetap bisa membangun. Tidak ada keributan dan aksi seperti ini.
Namun yang lebih ironi lagi, kata Mahyunadi, soal anggota DPRD Provinsi Kaltim dari sini sebagian besar membawa anggarannya keluar dari Kutim ke daerah lain seperti Berau karena merasa tidak aman menyalurkan anggaran di sini.
“Kebetulan bulan depan sudah mulai gelombang mutasi, mudahan dari aksi ini bisa menjadi evaluasi kami dalam penempatan personil-personil,” tutupnya. (ver)
